Senin, 30 Oktober 2017

Umat Islam Indonesia dan Kemiskinan

Jihad Ekonomi Islam
(Jafril Khalil, Ph.D)

Kemiskinan sebagai musuh umat islam
Pemerintahan Indonesia mempunyai perhatian yang besar terkait keadilan dan kemakmuran yang ada pada alinea keempat Undang Undang Dasar 1945. Kenyataannya kemiskinan tidak berkurang secara signifikan, orang miskin semakin miskin, orang kaya semakin kaya.
Islam tidak pernah mentolerir segala bentuk kemiskinan bagi pemeluknya. Islam memerintahkan dengan tegas supaya umatnya berzakat, berinfak, pembiayaan, haji, dan sebagainya. Perintah ini hanya dapat dilakukan oleh orang berilmu pengetahuan dan memiliki harta, seperti pada ayat QS 8:60.
Setiap orang memiliki potensi yang besar untuk maju dan merubah keadaan dirinya. Seseorang tidak akan berubah kecuali kalau dia sendiri berusaha untuk merubah dirinya. Allah memberikan rezeki pada setiap orang yang berusaha untuk mendapatkan rezeki-Nya. Allah akan memberikan ilmu pengetahuan pada siapapun yang berusaha mendapatkan ilmu-Nya. Manusia mampu merubah nasibnya kalau dia mempunyai keinginan untuk berubah.
Kesulitan adalah seni untuk mencapai sesuatu yang ideal. Orang tidak akan merasakan keindahan kamu belum pernah merasakan keburukan. Orang tidak akan merasakan kekayaan kalau tidak pernah merasakan kemiskinan. Seperti pada ayat QS 107: 1-3 tentang orang miskin dan anak yatim mesti diberikan santunan. Umat islam yang berkecukupan harus mampu menyantuni sesama saudaranya, agar orang berkecukupan mampu menjalankan perintah agamanya secara tenang.
Tidak sempurna iman seseorang kalau ia tidak mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri (HR Muslim).
Ajaran islam memberi ajaran yang indah kepada pemeluknya, mereka tidak membiarkan kemiskinan dikalangan mereka, mereka mesti menjadi musuh kemiskinan, perlawanan secara bersamaan terhadap kemiskinan mesti diwujudkan. Umat islam tidak boleh kalah oleh deraan kemiskinan yang merusak ajaran islam dan merendahkan derajat orang-orang islam, karena orang islam itu adalah orang-orang mulia dihadapan Allah, apalagi dihadapan makhluk-Nya yang lain.

Arus kesalahan
Islam masuk ke Indonesia melalui dua acara, perdagangan dimarahin Sumatera dan Sulawesi, serta kekuasaan di Jawa. Agama islam yang masuk melalui pintu kerajaan lebih mudah diterima. Kebiasaan hidup berkasta rendah dan hidup bermalas-malasan menjadi kebiasaan dan tidak diperhatikan pendakwah islam saat itu. Karena mereka cenderung acuh tak acuh pada kondisi masyarakatnya.
Masyarakat rela menerima keadaan apapun yang terjadi, tidak menuntut hak-hak sehingga dinamika kehidupan tidak berjalan sesuai tujuan agama islam yang menuntut pencerdasan bagi umatnya. Kultur mematuhi perintah membuat umat islam tidak kreatif. Apapun kebijakan pemimpin pasti dinilai benar, karena saat itu pemimpin sama seperti dewa, mereka akan selalu melaksanakan kebijakan tersebut.
Para ulama lebih banyak mengajarkan ibadah seperti shalat, itu pun masih sangat sederhana. Bahkan menurut mereka tidak perlu menggunakan bahasa Arab, bisa pakai bahasa daerahnya sendiri.
Akibatnya, islam yang mereka pahami bermakna sempit dan tidak ada doktrin yang mengatur ihwal kenegaraan, pertahanan, ekonomi dan lain sebagainya. Hanya sebatas syahadat dan sholat saja. Islam yang dikenal sangat minim da tidak membawa pencerahan dalam kehidupan mereka.
Pintu rezeki dibuka 9/10 dari perniagaan, umat islam seharusnya tahu bagaimana menjadi pelaku bisnis seperti Rasulullah dan para sahabat.
Kurikulum pendidikan yang sekuler antara pendidikan negeri dan islam seperti pondok pesantren. Masih jauh dari harapan maqasid al syariah. Banyak institusi pemerintah dan perusahaan yang menyampingkan lulusan agama dan pondok pesantren.

Keberanian untuk berubah untuk membangun bangsa yang kuat ke depan, sejahtera, bangsa yang sukses membangun kebahagiaan masa depannya dan anak cucunya. Harus ada keberanian dalam menerapkan ereksi ajaran islam secara menyeluruh. Harus mulai merancang blueprint di masa depan berdasarkan konsepsi islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar